apakah konflik agraria dapat memicu ketahanan nasional??
PPKn
rizkanhasanah24
Pertanyaan
apakah konflik agraria dapat memicu ketahanan nasional??
1 Jawaban
-
1. Jawaban iswaan
Berbicara masalah agraria, maka tidak lepas dari tanah, petani, sewa tanah, pedesaan, jenis tanaman yang ditanam, pajak, kemiskinan dan lain-lain. Permasalahan agraria di Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari pemerintah Kolonial, yaitu cuulturstelsel atau sistem tanam paksa (STP) tahun 1830, kemudian adanya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 sebagai warisan Kolonial yang telah meletakkan dasar-dasar hukum bagi para penguasa Kolonial dalam memfasilitasi akumulasi modal perusahaan-perusahaan Eropa yang berinvestasi di Hindia Belanda dengan membentuk perkebunan-perkebunan kapitalis untuk memproduksi komoditi-komoditi ekspor. Yang menarik dari adanya Undang-Undang Agraria ini adalah posisi petani yang notabane sebagai pemilik tanah, tidak mempunyai hak milik untuk menggarap tanah, mengapa hal itu bisa terjadi?
Melihat potensi tanah yang sangat penting bagi Kolonial, maka berbagai politisasi tanah diatasnamakan negara guna mencapai tujuan untuk menguasai tanah tersebut. UU Agraria yang disusun oleh de Waal berisi dua hal yang pokok, yaitu memberikan kesempatan kepada perusahaan-perusahaan swasta untuk berkembang di Indonesia, di samping “melindungi” hak-hak rakyat Indonesia atas tanahnya. Maka, dikenallah hak erfpacht (hak kepada pemilik modal untuk menggunakan tanah seluas maksimum 1500 bahu/350 ha dengan jangka waktu maskimal 75 tahun dengan membayar canon/sewa maksimum f 5 setiap bahu setiap tahun). Hal inilah yang membuat secara drastis struktur agraria yang menyangkut tanah milik para pangeran sehingga petani menjadi rugi, karena banyaknya jenis sewa tanah yang membebankan petani. Misalnya, sistem pajeg, sistem glebagan, dan sistem bengkok. Kebutuhan ekspor tanaman-tanaman hasil perkebunan dan pertanian menyebabkan berbagai lahan semakin menyempit, sehingga pemerintah Kolonial pun melakukan transmigrasi ke daerah luar Jawa, semakin banyak buruh yang tidak mendapatkan upah, maka kesengsaraan semakin meningkat sehingga banyak kritik yang ditujukan kepada pemerintah Kolonial seperti van de Putte. Bagaimanakah nasib petani selanjutnya?
Pada tahun 1909 pemerintah memutuskan untuk menata kembali struktur agraria tanah milik pangeran. Tujuannya adalah menghilangkan sistem tanah hadiah bersyarat, penyerahan hak agraria yang lebih memadai kepada petani Jawa, pembentukan masyarakat desa dan perbaikan sistem perpajakan.